antalogi manuskrip sepi Nissa Rengganis

[unsoed.ac.id, Sel, 15/9/15] Nissa, perempuan kelahiran kota Cirebon, 08 September 1988. Menyelesaikan sarjana di Ilmu Politik FISIP UNSOED Purwokerto. Semasa kuliah bergiat di Teater SiAnak dan mengelola komunitas Terang Sore yang fokus pada budaya literasi. Menjadi Mahasiswa Berprestasi Fisip tahun 2010. Puisinya ‘Hikayat Mei’ menjadi juara 1 Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Daerah 2010. Selain bergiat di sanggar teater dan sastra, Nissa juga aktif membentuk kelompok diskusi mahasiswa dan tergabung dalam HMJ Ilmu politik dan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Purwokerto. Pernah tergabung dalam Young Leader Summit serta delegasi Kader Bangsa Fellowship Program pada tahun 2011. Aktif menulis esai politik maupun sastra di berbagai media dan sempat menjadi jurnalis magang di Suara Merdeka.

Selepas kuliah S1, ia melanjutkan program pascasarjana Hubungan Internasional konsentrasi Global Humanitarian Diplomacy di UGM.  Tergabung dalam ASEAN Forum untuk mengkaji berbagai riset dan forum diskusi. Tesisnya mengenai implementasi REDD+ di Brazil dan Indonesia’ menjadikan ia salah satu delegasi undangan dalam The Climate Reality Leadership Corps di Rio de Janairo, Brazil pada November 2014 dan delegasi pada  The 7th International Women Conference (IWC) pada April 2014 di Nusa Dua Bali. Saat ini ia berprofesi sebagai dosen politik di Universitas Muhammadiyah Cirebon dan bergentayangan di twitterland @nissrengganis.

Puisi-puisinya tergabung dalam antologi bersama “Ibu Kota Keberaksaraan”-Jakarta International Literary Festival 2011, “Di Kamar Mandi” 62 Penyair Jawa Barat Komunitas Malaikat Bandung 2012, “Sauk Seloko”-Penyair Nusantara – Jambi 2012,  “Negeri Abal-Abal, -Antologi Puisi Perempuan Indonesia, KPPI 2013, Jalan Bersama, Yayasan Panggung Melayu 2014, “Titik Temu”, Komunitas Kampung Jerami 2014. Buku antologi puisi tunggalnya ‘Manuskrip Sepi’ memangkan sayembara Hari Puisi Indonesia 2015 sebagai buku pilihan terbaik.

Menurut Nissa, sastra adalah ruang. Ruang yang terus dinamis. Ruang yang terus hidup dan dihidup-hidupi oleh para pegiatnya. Cirebon sebagai kota kelahiran adalah jejak. Keterdesakan ruang sebagai proses bertukar karya menjadi penting. Karenanya dengan beberapa teman mendirikan Rumah Kertas. Rumah yang bagi kami bisa menjadi ruang ekspresi, ruang alternatif dimana kreatifitas akan bisa terawat dengan baik.

Nissa sadar membangun budaya literasi dan ruang diskusi di kota yang lebih memenangkan swalayan-swalayan dari pada gedung kesenian atau ruang-ruang pertunjukan bukanlah perkara sederhana. Kami memang tengah hidup di kota yang dipenuhsesaki berita pilkada, pohon-pohon yang membangkai, serta anak muda yang gemar tawuran dan merasa jagoan menjadi geng motor. Dari kegaduhan itu kami berupaya menyepi dan mencari ruang untuk tempat berbagi dan mendalami segela fenomena yang begitu cepat datang pergi.

‘Karya sastra tidak lahir dari ruang hampa, Ia adalah rekaman dari kepincangan-kepincangan sosial. Ia adalah nukilan tragedi yang tersisa dari carut marutnya perang. Ia adalah keterasingan, keterpinggiran sekaligus semangat perlawanan pada diri dan zamannya. Sastra tidak pernah tercipta dari kekosongan budaya. Ia bercampur aduk dengan apa-apa yang hidup di dalamnya’ tutur Nissa. Situasi macam ini yang disebut Nadine Godimer sebagai state of being, yakni tak ada keadaan ‘ada” yang murni, tak ada teks yang tidak bersinggungan dengan yang lain. Sederhananya ia tidak bisa lepas dari konteks, jelas Nissa.

Lalu apa arti sebuah ruang jika karya tidak lahir disana? Pertanyaan itulah yang kemudian menghentak Nissa. Ruang, teman-teman dan proses dialektika adalah inspirasi atas lahirnya “Manuskrip Sepi”, karya yang harapannya bagian dari upaya untuk menghidupkan kembali gairah sastra di Cirebon.  Manuskrip Sepi menyajikan tafsiran-tafsiran atas peristiwa, baik yang dia alami sendiri maupun yang dialami orang lain. Nissa sebagai ‘aku lirik’ berusaha berdiri tegak sambil mengerlingi dunia tempatnya berada. Sebuah dunia dengan banyak kota, banyak wajah, serta gempita peristiwa. Cirebon, kota tempat kelahiran dan tinggal, menjadi salah satu pengaruh desingan catatan-catatan dalam puisi ini.

Manuskrip Sepi adalah upaya Nissa untuk terus  mengingatkan peristiwa-peristiwa yang lalu agar tidak menjadi nisan yang berisi nama-nama, tetapi juga menziarahi unsur-unsur pembentuk peristiwa tersebut. Ada manusia di sana. Ada peran-peran yang ditinggalkan setelah peristiwa tersebut berlalu. Dalam “Sipon”, Nissa berharap agar kita tidak melupakan Widji Thukul sebagai seorang manusia biasa. Manusia yang seharusnya berdaulat atas nasib napasnya. Manusia yang memiliki orang-orang yang dikasihi dan mengasihi dirinya. Manusia dengan keluarga yang semerta-merta harus ditinggalkan tanpa mendapat sedikit pun penjelasan.

Bersama teman-temannya mendirikan dan mengelola Rumah Kertas—rumah sastra yang dihuni anak-anak muda di Cirebon. Lewat sastra, Nissa ingin terus menjadi manusia yang tak mudah terserang amnesia.

Maju Terus Pantang Menyerah !

Tinggalkan komentar